INTERAKSI
EDUKATIF DI SEKOLAH
Disusun untuk
memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan yang dibimbing oleh Bapak Dr.
Muhtadi Irvan, M.Pd, dan
Zetty
Finaly, S.Pd, M.Pd
Oleh :
Kelompok 6
1. Dewi Afiatun Hasanah (150210204001)
2. Dwi Ayu Anggraini (150210204095)
3. Akhsanul Fikri (1502102041
)
4. Minas Jehpo (1502102041 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
JURUSAN ILMU
PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena pertolongannya penulisan
makalah yang berjudul “INTERAKSI EDUKATIF DI SEKOLAH” dapat terselesaikan
dengan baik.
Makalah ini adalah hasil kerja
kelompok 6 yang secara sadar membuat agar bisa berguna bagi siapapun terkusus
bagi para mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dalam rangka
proses mengajar belajar kedepannya.
Makalah ini mungkin masih belum
lengkap untuk itu kami mohon maaf apabila masih terdapat sejumlah hal yang belum
dimasukkan sebagai bahan yang berjudul sesuai makalah ini. Jadi usul dan saran
sangat kami harapkan dari semua pihak terutama dari Bapak/Ibu Dosen supaya kami
dapat lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah di kemudian hari.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah dengan caranya sendiri menyelesaikan pembuatan
makalah ini.
Jember, Maret 2016
Penyusun
|
Daftar Isi
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB 1 Pendahuluan
1.1
Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah......................................................................................... 1
1.3
Tujuan............................................................................................................ 1
BAB 2 Pembahasan
2.1
Definisi kelompok (groups)........................................................................... 2
2.2
Interaksi edukatif anak didik........................................................................ 3
BAB 3 Penutup
3.1
Kesimpulan.................................................................................................... 7
Daftar Pustaka
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pendekatan
interaksi memberikan perhatian yang khusus terhadap pengamatan pada metode
pengajaran dalam kelompok di sekolah. Secara sosiologis, istilah kelompok (groups)
mempunyai pengertian sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai
hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain. Hubungan seperti ini dapat
mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Interaksi social anak didik di
sekolah, baik berupa interaksi antarindividu (anak didik), individu dengan
kelompok (anak didik), dan kelompok dengan kelompok di sekolah, diharapkan akan
mengarah pada interaksi edukatif.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut :
1.
Apa definisi
kelompok (group) ?
2.
Bagaimanakah
interaksi edukatif anak didik ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1.
Mengetahui
definisi kelompok (group).
2.
Mengetahui
interaksi edukatif anak didik.
BAB
2 PEMBAHASAN
1.
Definisi
kelompok (groups)
Beberapa definisi
kelompok, antara lain diungkapkan oleh Joseph S. Roucek bahwa suatu kelompok
meliputi dua atau lebih manusia yang diantara mereka terdapat beberapa pola
interaksi yang dapat dipahami para anggotanya atau orang lain secara
keseluruhan. Mayor Polak mengatakan bahwa kelompok social adalah suatu group, yaitu sejumlah orang yang ada
hubungan antara satu dengan yang lain dan hubungan itu bersifat sebagai sebuah
struktur. Wila Huki (1986) menuturkan bahwa kelompok merupakan suatu unit yang
terdiri dari dua orang atau lebih, yang saling beriteraksi atau saling
berkomunikasi.
Jadi, dapat diungkapkan
bahwa kelompok (group) menurut
perspektif sosiologi adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang saling
berinteraksi dan terjadi hubungan timbal balik dimana mereka merasa menjadi
bagian dari kelompok tersebut. Kamanto Sunarto (2004) menyebutkan berbagai
klarifikasi kelompok sosial dari berbagai pakar. Biersted membedakan empat
jenis kelompok social berdasarkan ada tidaknya organisasi, hubungan social di antara
anggota kelompok, dan kesadaran jenis yaitu kelompok social statistic, kelompok
social kemasyarakatan, kelompok social, dan kelompok asosiasi. Penjabaran dari
kelompok-kelompok tersebut yaitu (a) kelompok statistic, adalah kelompok yang
tidak ada organisasi, tidak ada hubungan sosial antara anggota, dan tidak ada
kesadaran jenis. Oleh Bierstedt dikemukakan bahwa kelompok statistik ini hanya
ada dalam arti analitis dan merupakan hasil ciptaan para ilmuwan sosial. Contoh
yang dapat kita sajikan mengenai kelompok statistik ini antara lain,
pengelompokan sejumlah penduduk berdasarkan usia dengan interval lima tahun
yang antara lain dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (0-4 tahun, 5-9 tahun dan
seterusnya sampai 75 tahun ke atas). Pada anak-anak yang dikelompokkan dalam
kategori terendah tersebut (yang kadangkala dinamakan kelompok Balita-¬kelompok
usia di bawah lima tahun) maupun dalam kelompok umur berikutnya tidak dijumpai
organisasi, kesadaran mengenai keanggotaan dalam kelompok, atau pun hubungan
social. (b) kelompok kemasyarakatan merupakan kelompok yang hanya memenuhi satu
persyaratan, yaitu kesadaran akan persamaan di antara mereka. Di dalam kelompok
jenis ini belum ada kontak dan komunikasi di antara anggota, dan juga belum ada
organisasi. (c) kelompok sosial merupakan kelompok yang anggotanya mempunyai
kesadaran jenis dan berhubungan satu dengan yang lain tetapi tidak terikat
dalam ikatan organisasi. Contohnya ialah kelompok teman, kerabat dan
sebagainya. (d) kelompok asosiasi ialah kelompok yang anggotanya mempunyai
kesadaran jenis; dan menurut Bierstedt (dengan mengutip 'pandangan Maclver)
pada kelompok ini dijumpai persamaan.kepentingan pribadi (like interest)
maupun kepentingan bersama (common interest).
Di samping itu di
antara para anggota kelompok asosiasi kita jumpai adanya hubungan sosial adanya
kontak dan komunikasi. Dan juga di antara para anggota dijumpai adanya ikatan
organisasi formal. Dari riwayat hidup kita dapat ditelusuri diberbagai kelompok
asosiasi kita menjadi anggota didalamnya, seperti misalnya Negara RI, sekolah,
OSIS, Gerakan Pramuka, fakultas, senat mahasiswa, partai politik, Korps Pegawai
Negeri RI, Ikatan Motor Indonesia, dan sebagainya.
2.
Interaksi
edukatif anak didik
Dalam
perspektif pedagogik, anak didik memiliki sejumlah potensi yang perlu
dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Kebutuhan
anak didik atas pendidikan disebut homo
educandum. Potensi anak didik yang bersifat laten tersebut perlu
diaktualisasikan agar anak didik tidak disebut lagi sebagai animal adecable, sejenis binatang yang
memungkinkan dididik, tetapi harus dianggap sebagai manusia secara mutlak,
karena anak didik memang manusia. Sebagai manusia anak didik memiliki potensi
akal yang harus dikembangkan agar menjadi kekuatan sebagai manusia yang
berasusila dan berkecakapan sebagai modal kehidupan nyata.
Interaksi
edukatif dapat diartikan sebagai suatu aktifitas relasi berbagai elemen
edukatif, baik pendidik staf administrasi, maupun anak didik. Setidaknya
ada tiga aspek tentang krakteristik anak
didik. Pertama, perbedaan biologis, dimana anak didik
memiliki jasmani yang tidak sama kendatipun dari satu keturunan yang sama. Kedua, perbedaan intelektual, yang salah satu aspek selalu actual untuk
dibicarakan karena ikut menentukan keberhasilan pembelajaran. Ketiga, perbedaan psikologis, dimana setiap anak didik berbeda secara
lahir dan batin.
Dalam
upaya mendorong proses pembelajaran edukatif dengan optimal, ada sejumlah
prinsip interaksi edukatif yang perlu diketahui pendidik, yaitu:
1)
Prinsip motivasi, dimana seorang
pendidik perlu memahami tingkat motivasi anak didik berbeda satu sama lainnya.
Pendidik diharapkan dapat memotivasi mereka agar dapat mengikuti pembelajaran
dengan aktif dan kreatif agar diperoleh hasil yang optimal.
2)
Prinsip berawal dari persepsi yang
dimiliki. Pendidik diharapkan menyadari atas anak didik yang memiliki latar
belakang dan pengalaman yang berbeda.
3)
Prinsip mengarah pada fokus tertentu,
bahwa pelajaran yang direncanakan dalam suatu bentuk dan pola tertentu dengan terfokus
diharapkan akan mampu menghubungkan bagian-bagian terpisah dalam kegiatan
pembelajaran.
4)
Prinsip keterpaduan dimana selaha satu
konribusi pendidik dalam pembelajaran adalah menghubungkan suatu pokok bahasan
dengan pokok-pokok bahasan lain mata pelajaran berbeda.
5)
Prinsip pemecahan masalah. Masalah perlu
dipecahkan tetapi bukan dicari.
Dalam
interaksi edukatif, masalah diciptakan untuk mendorong anak didik agar pandai
dala memecahkan masalah, terutama suatu masalah bertalian dengan kebutuhan anak
didik itu sendiri.
1)
Prinsip mencari, menemukan, dan
mengembangkan. Anak didik memiliki potensi untuk mencari dan mengembangkan
dirinya
2)
Prinsip belajar sambil bekerja. Prinsip
ini bertujuan agar pelajaran yang diperoleh mudah diresapi dan bertahan lama
bagi anak didik.
3)
Prinsip hubungan social, dimana anak
didik dilatih untuk terbiasa bekerja sama dengan anak lainnya di dalam kelas.
4)
Prinsip perbedaan individual, dimana
anak didik memiliki perbedaan satu sama lain, baik dari biologis, intelektual,
dan psikologis.
Prinsip-prinsip
interaksi edukatif dalam pembelajaran diatas akan membantu pendidik dalam
melaksanakan tugasnya. Sudah barang tentu, prinsip-prinsip ini hanya dapat
dilaksanakan oleh pendidik yang senantiasa aktif,kreatif, dan memiliki motivasi
serta mencintai profesinya sebagai pendidik. Seorang pendidik professional
dipastikan dapat memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip
interaksi-edukatif dengan optimal.
Pada
sebuah sekolah, tentunya sering atau pernah terjadi kesalahpahaman antara
orang-orang di dalamnya. Hal itu biasa terjadi antara murid kelas yang satu
dengan kelas lainnya. Siswa dari daerah satu dengan yang lainnya, banyak motif
yang dapat memicu hal ini, terlebih lagi jika ada golongan minoritas. Ada
beberapa uaya yang dapat dilakukan pendidik atau sekolah untuk mengatasi
masalah yang muncul dalam interaksi anarkelompok, diantaranya sebagai berikut:
1)
Pemberian informasi dengan diskusi
kelompok, hubungan pribadi, dan sebagainya. Guru dapat memberikan informasi
tentang hakikat dan perbedaan raisal dan kultural dengan menekankan bahwa
perbedaan dikalangan manusia bukanlah disebabkan oleh pembawa bilogi, melainkan
karena dipelajari oleh lingkungan kebudayaan masing-masing.
2)
Guru dapat menceritakan bagaimana setiap
kelompok itu sangat berpengaruh terhadap kelompok lain. Orang Arab, Yahudi, dan
India memberikan sumbangan berarti bagi seluruh masyarakat di dunia. Hal yang
sama juga dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil yang berusaha meraih
kemerdekaan di tanah air, sumbangan mereka merupakan salah satu sebab
merdekanya Indonesia.
3)
Menanamkan nilai-nilai toleransi antar
siswa. Nilai toleransi ini sangat penting. Jika mereka mempunyai sikap
murid-murid lain kea rah toleransi yag lebih besar, guru dapat memupuk sikap
yag sehat di kalangan murd-murid.
4)
Membuka kesempatan seluas-luasnya untuk
mengadakan interaksi social atau pergaulan antara murid-murid dari berbagai
golongan. Jika mereka dapat saling berkunjung, diharapkan lahirnya toleransi
yang lebih besar.
5)
Menggunakan tekni bermain peran atau
sosiodrama.peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dapat dimainkan dalam kelas
dalam bentuk sosiodrama dengan menyuruh golongan mayoritas memaikan peranan
golongan minoritas. Tujuannya adalah agar lebih memahami persamaan golongan
minoritas dan dapat mengidentifikasi diri dengan keadaan mereka.
6)
Menggunakan kegiatan ekstrakulikuler.
Kegiatan ekstrakulikuler bias melibatkan banyak orang dengan berbagai
latarbelakang murid yang berbeda. Keseringan komunikasi mereka menumbuhkan
kebersamaan yang mendalam.
Made
Pidarta (1997) mengatakan bahwa pendidik memiliki dua pengertian yakni, dalam
pengertian luas dan sempit. Pendidik dalam pengertian luas adalah semua orang
yang berkewajiban membina anak didik. Secara natural, semua anak didik sebelum
mereka dewasa menerima pembinaan dari orang dewasa agar mereka dapat berkembang
dan tumbuh dengan wajar.sedangkan pengertian pendidik dalam arti sempit yakni
orang-orang yang disiapkan secara sadar untuk menjadi pendidik. Kedua jenis
pendidik ini diberi pengetahuan tentang pendidikan dalam waktu yang relative
lama agar menguasai ilmu kependidikan dan mampu mengaplikasikannya dalam
praktik lapangan.
Menjadi
pendidik (guru) berarti harus terus mengikuti pekembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta perubahan social-masyarakat, agar dapat meningkatkan kualitas
professional yang dimiliki sebagai pendidik. Prinsp long life education menjadi relevan sekali ketika seseorang memilih
profesi sebagai pendidik dan berharap menjadi kompeten dan professional.
BAB
3 PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kelompok (group) menurut perspektif sosiologi
adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dan terjadi
hubungan timbal balik dimana mereka merasa menjadi bagian dari kelompok
tersebut.
Interaksi edukatif
dapat diartikan sebagai suatu aktifitas relasi berbagai elemen edukatif, baik
pendidik staf administrasi, maupun anak didik. menjadi relevan sekali ketika
seseorang memilih profesi sebagai pendidik dan berharap menjadi kompeten dan
professional
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr. Damsar. 2011.Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Safriana
dan Abdullah. 2003. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada
0 komentar:
Posting Komentar